Wednesday, February 20, 2013

Al-Baqarah : Ayat 48



وَاتَّقُوا يَوْمًا لَا تَجْزِي نَفْسٌ عَنْ نَفْسٍ شَيْئًا وَلَا يُقْبَلُ مِنْهَا شَفَاعَةٌ وَلَا يُؤْخَذُ مِنْهَا عَدْلٌ وَلَا هُمْ يُنْصَرُونَ
Artinya: “Dan jagalah dirimu dari (azab) hari (kiamat, yang pada hari itu) seseorang tidak dapat membela orang lain, walau sedikitpun; dan (begitu pula) tidak diterima syafaat dan tebusan dari padanya, dan tidaklah mereka akan akan ditolong.
(QS. al-Baqarah (2): 48)

Tafsir Al-Mu'ien

Allah memperingatkan kepada Bani Israel yang ada pada waktu turunnya ayat-ayat ini, agar mereka kembali ke jalan yang benar, yaitu mengikuti agama Allah, yang telah disempurnakan dengan wahyu-wahyu yang diturunkan kepada Nabi Muhammad saw. Dengan jalan itulah mereka dapat menjaga diri mereka dari azab Hari Kiamat yang tak akan dapat dibendung oleh siapa pun juga, tak seorang pun dapat menyelamatkan diri dari pada-Nya kecuali orang-orang yang beriman dan bertakwa serta mengikuti syariat dan petunjuk-petunjuk-Nya.
Allah swt, menjelaskan bahwa pada Han Kiamat itu nanti tak seorang pun dapat memberikan pertolongan kepada orang lain dari azab-Nya dan setiap orang bertanggung jawab atas perbuatannya masing-masing. Orang tak dapat pula turut memikul dosa orang lain, walaupun ia bersedia. Dalam hubungan ini Allah swt. berfirman.
وَلَا تَزِرُ وَازِرَةٌ
Artinya: Seorang yang berdosa tidak akan memikul dosa orang lain (Q.S Al An’am: 164)
Dan Firman-Nya yang lain:
وَإِنْ تَدْعُ مُثْقَلَةٌ إِلَى حِمْلِهَا لَا يُحْمَلْ مِنْهُ شَيْءٌ وَلَوْ كَانَ ذَا قُربَى
Artinya: Jika seorang yang berat dosanya memanggil (orang lain) untuk memikul dosanya itu, tiadalah akan dipikulkan untuknya sedikit pun, meskipun (yang dipanggilnya itu) kaum kerabatnya sendiri. (Q.S Fatir: 18)
Walau peringatan ini ditujukan kepada Bani Israel, namun berlaku juga bagi umat Islam, agar kita selama hidup di dunia ini berusaha mempersiapkan diri kita dengan sebaik-baiknya, agar kelak terhindar dari azab Allah pada hari kiamat kelak. Jalannya ialah dengan mengikuti petunjuk-petunjuk Allah swt. dan melaksanakan syariat-syariat-Nya.

Al-Baqarah : Ayat 47



يَا بَنِي إِسْرَائِيلَ اذْكُرُوا نِعْمَتِيَ الَّتِي أَنْعَمْتُ عَلَيْكُمْ وَأَنِّي فَضَّلْتُكُمْ عَلَى الْعَالَمِينَ
Artinya: “Hai Bani Israil, ingatlah akan nikmat-Ku yang telah Aku anugerahkan kepadamu dan (ingatlah) bahwasanya Aku telah melebihkan kamu atas segala umat.
(QS. al-Baqarah (2): 47)

Tafsir Al-Mu'ien

Allah swt. telah melebihkan mereka itu dahulunya terhadap bangsa lain yang pada masa itu telah mempunyai peradaban dan kebudayaan yang tinggi, misalnya bangsa Mesir dan penduduk tanah suci Palestina. Allah swt, memanggil mereka lagi pada permulaan ayat ini dengan menyebut nama nenek moyang mereka “Israel”, ialah Nabi Yakub karena dialah yang menjadi asal kebangsaan dan sumber kemuliaan mereka. Dan nikmat yang telah dilimpahkan kepadanya dapat dinikmati oleh mereka semuanya.
Kelebihan yang telah dikaruniakan Allah kepada mereka itu dahulunya adalah karena nenek moyang mereka itu sangat berpegang teguh kepada sifat-sifat yang mulia dan menjauhi sifat-sifat dan perbuatan-perbuatan jelek karena setiap orang yang dirinya mulia dan dilebihkan dari orang-orang lain tentu ingin menjaga kehormatan itu, sehingga ia menjauhi sifat-sifat dan perbuatan-perbuatan rendah.
Karena Bani Israel yang ada pada masa turunnya ayat ini telah jauh menyimpang dari sifat-sifat yang mulia yang dipegang teguh oleh nenek moyang mereka dulunya, maka Allah swt, memperingatkan mereka kepada nikmat-Nya dan kelebihan yang telah diberikan kepada mereka itu dulunya, menyadarkan mereka bahwa karena Allah swt, telah memberikan kelebihan itu kepada mereka tentu Dia berhak pula untuk suatu ketika memberikannya kepada orang lain, misalnya kepada Nabi Muhammad saw dan umatnya dan bahwa Bani Israel itu sepatutnya lebih memperhatikan ayat-ayat yang diturunkan kepada Nabi Muhammad saw. Seseorang yang diberi kelebihan itu tentunya sepatutnya lebih dahulu dari orang-orang lain berbuat keutamaan. Apabila keutamaan yang diberikan kepada Bani Israel itu disebabkan karena banyaknya para nabi dipilih dari kalangan mereka, maka hal itu tidaklah menjamin bahwa setiap pribadi dari Bani Israel itu lebih utama dari setiap orang yang berada di luar lingkungan mereka. Dan bahkan ada kemungkinan bahwa orang lain itu lebih mulia dari mereka apabila mereka sendiri telah meninggalkan sunah dan ajaran-ajaran nabi-nabi mereka itu. Sementara orang-orang lain bahkan menjadikannya petunjuk dan pedoman hidup mereka dengan sebaik-baiknya.
Dan apabila keutamaan mereka itu, disebabkan dekatnya mereka kepada Allah swt, sehingga mereka pernah disebutkan “sya’bullah”, lantaran mereka dulunya mengikuti syariat-syariat-Nya, maka hal itu hanya berlaku pada diri nabi-nabi tersebut bersama orang-orang yang menjalankan syariat-syariat mereka itu selama mereka tidak menyimpang dari ajaran-ajaran tersebut dan selama mereka tetap berjalan pada jalan yang benar yang disebabkan mereka berhak menerima kelebihan dan keutamaan itu. Akan tetapi mereka yang sudah meninggalkan ajaran-ajaran para Nabi, tidaklah dapat dipandang sebagai “orang-orang yang dekat” kepada Allah swt.

Al-Baqarah : Ayat 46



الَّذِينَ يَظُنُّونَ أَنَّهُمْ مُلَاقُو رَبِّهِمْ وَأَنَّهُمْ إِلَيْهِ رَاجِعُونَ
Artinya: “(yaitu) orang-orang yang meyakini, bahwa mereka akan menemui Tuhannya, dan bahwa mereka akan kembali kepada-Nya.
(QS. al-Baqarah (2): 46)

Tafsir Al-Mu'ien

Di antara sifat-sifat tersebut ialah bahwa mereka benar-benar yakin bahwa mereka pasti akan kembali kepada Allah swt. dan menemui-Nya pada hari akhirat nanti, di mana semua amalan manusia akan diteliti dan setiap orang akan menerima balasan atas semua perbuatan yang telah dilakukannya selama di dunia ini.
Berdasarkan keyakinan semacam itu, maka dia akan selalu taat kepada peraturan-peraturan Allah swt. serta khusyuk dalam menjalankan ibadah dan amal-amal kebaikan.
Orang-orang yang hanya suka menyuruh orang lain untuk berbuat kebaikan padahal mereka sendiri melupakan kebaikan-kebaikan itu, maka iman mereka sangat lemah, jauh di bawah tingkat “keyakinan”, terutama keimanan kepada Kitab Suci yang selalu mereka bacakan dan mereka ajarkan kepada orang lain yang berisi perintah-perintah dan larangan-larangan agama.

Al-Baqarah : Ayat 45



وَاسْتَعِينُوا بِالصَّبْرِ وَالصَّلَاةِ وَإِنَّهَا لَكَبِيرَةٌ إِلَّا عَلَى الْخَاشِعِينَ
Artinya: “Jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu. Dan sesungguhnya yang demikian itu sungguh berat, kecuali bagi orang-orang yang khusyu
(QS. al-Baqarah (2): 45)

Tafsir Al-Mu'ien

Setelah menjelaskan betapa jeleknya keadaan dan sifat-sifat bangsa Yahudi, sehingga akal mereka tidak bermanfaat bagi din mereka dan kitab suci yang ada di tangan mereka pun tidak mendatangkan faedah apapun bagi mereka, maka Allah swt. memberikan bimbingan kepada mereka menuju jalan yang paling baik, yaitu agar mereka menjadikan kesabaran dan salatnya sebagai penolong mereka.
Yang dimaksud dengan “sabar” di sini ialah tabah dalam melaksanakan hal hal berikut:
  1. Menahan diri dari kehendak hawa nafsu yang menyimpang dan ajaran agama.
  2. Menaati kewajiban-kewajiban yang biasanya dirasakan berat oleh jiwa
  3. Menerima dengan sabar, tawakal dan rendah hati semua musibah yang ditakdirkan Allah, setelah berserah diri kepada-Nya dengan sepenuh-penuhnya.
Menjadikan kesabaran itu sebagai penolong, berarti mengikuti perintah perintah Allah swt. dan menjauhkan diri dari larangan-larangan-Nya, dengan cara mengekang syahwat dan hawa nafsu dari semua perbuatan yang terlarang. Juga melakukan salat, itu mencegah kita dari perbuatan-perbuatan yang tidak baik dan dengan salat itu pula kita selalu ingat kepada Allah swt, sehingga hal itu akan menghalangi kita dari perbuatan-perbuatan yang jelek, baik diketahui orang lain, maupun tidak. Salat adalah ibadah yang sangat utama di mana kita dapat bermunajat dengan Allah swt. lima kali setiap hari. Menurut riwayat Imam Ahmad, Rasulullah saw segera melakukan salat, setiap kali beliau menghadapi kesulitan, kalau ditimpa sesuatu musibah.
Demikian pula dilakukan oleh para sahabat beliau. Melakukan salat dirasakan berat dan sukar, kecuali oleh orang-orang yang khusyuk, yaitu orang-orang yang benar-benar beriman dan taat kepada Allah swt. dan melakukan perintah-perintah-Nya dengan ikhlas karena mengharapkan rida-Nya semata-mata serta memelihara diri dari azab-Nya. Bagi mereka ini, mendirikan salat tiadalah dirasakan berat, sebab pada saat-saat tersebut mereka tekun dan tenggelam dalam bermunajat dengan Allah swt. sehingga mereka tidak lagi merasakan dan mengingat sesuatu pun yang lain, berupa kesukaran-kesukaran dan penderitaan yang telah mereka alami sebelumnya. Mengenai hal ini Rasulullah saw telah bersabda:
قرة عيني فى الصلاة
Artinya: Ketenangan hatiku adalah dalam salat.
Ini disebabkan karena ketekunannya dalam melakukan salat itu merupakan sesuatu yang amat menyenangkan baginya, sedang urusan-urusan lainnya untuk duniawi adalah memayahkan dan melelahkan. Di samping itu mereka penuh pengharapan menanti-nanti pahala dari Allah swt. atas ibadah tersebut sehingga terasa ringan bagi mereka untuk melalui kesukaran-kesukaran dalam melaksanakan. Hal ini tidaklah mengherankan, sebab barangsiapa mengetahui hakikat dari pada yang dicarinya, niscaya ringan baginya untuk mengorbankan apa saja untuk memperolehnya. Dan barangsiapa yakin bahwa Allah swt. akan memberikan ganti yang lebih besar dari apa yang telah diberikannya niscaya terasa ringan baginya untuk memberikan kepada orang lain apa saja yang ada.

Al-Baqarah : Ayat 44



أَتَأْمُرُونَ النَّاسَ بِالْبِرِّ وَتَنْسَوْنَ أَنْفُسَكُمْ وَأَنْتُمْ تَتْلُونَ الْكِتَابَ أَفَلَا تَعْقِلُونَ
Artinya: “Mengapa kamu suruh orang lain (mengerjakan) kebaktian, sedang kamu melupakan dirimu sendiri, padahal kamu membaca Al Kitab (Taurat)? Maka tidakkah kamu berpikir?
(QS. al-Baqarah (2): 44)

Tafsir Al-Mu'ien

Firman Allah swt, dalam ayat ini juga ditujukan kepada Pendeta pendeta Yahudi. Allah telah mencela tingkah laku dan perbuatan mereka yang tidak baik dan ditunjukkan-Nya kepada mereka jalan keluar dari kesesatan-kesesatan itu. Di antara kesesatan-kesesatan yang telah mereka lakukan ialah bahwa bangsa Yahudi mengatakan bahwa mereka beriman kepada kitab-kitab suci mereka, yaitu Taurat dan mereka melaksanakan petunjuk-petunjuknya dan akan tetap memelihara dan membacanya. Akan tetapi ternyata mereka tidak membacanya dengan baik karena membaca dengan baik berarti mengimaninya menurut cara yang diridai Allah.
Pendeta-pendeta mereka yang bertugas untuk menyuruh dan melarang, hanya mau menyebutkan yang hak yang terdapat dalam ajaran kitab suci itu, apabila sesuai dengan keinginan hawa nafsu mereka dan mereka tidak mengerjakan hukum-hukum yang terdapat dalam kitab itu apabila berlawanan dengan hawa nafsu mereka. Pendeta-pendeta Yahudi yang berada di kota Madinah secara rahasia menasihatkan kepada orang orang lain untuk beriman kepada Nabi Muhammad saw, akan tetapi mereka sendiri tak mau beriman kepadanya. Mereka menyuruh orang lain untuk taat kepada Allah dan melarang mereka dari perbuatan maksiat tetapi mereka sendiri melakukan per buatan-perbuatan maksiat itu.
Dalam ayat ini disebutkan bahwa mereka “melupakan” diri mereka. Maksudnya ialah “membiarkan” diri mereka merugi, sebab sudah tentu bahwa biasanya manusia tidak pernah melupakan dirinya untuk memperoleh keuntungan dan ia tak rela apabila wing lain mendahuluinya mendapat kebahagiaan. Maka ungkapan “melupakan” itu menunjukkan betapa mereka melalaikan dan tidak memuliakan apa-apa yang sepatutnya mereka lakukan.
Maka seakan-akan Allah berfirman, “Jika benar-benar kamu yakin kepada janji Allah bahwa Dia akan memberikan pahala atas perbuatan yang baik dan Dia mengancam akan mengazab orang-orang yang meninggalkan perbuatan perbuatan yang baik itu, maka mengapakah kamu melupakan kepentingan dirimu sendiri”.
Cukup jelas bahwa susunan kalimat ini mengandung celaan yang tak ada taranya karena barang siapa menyuruh orang-orang lain untuk melakukan sesuatu perbuatan kebaikan padahal ia sendiri tidak melakukannya, berarti ia telah menyalahi ucapannya sendiri.
Para pendeta yang selalu membacakan kitab suci itu kepada orang-orang lain lebih mengetahui isi kitab itu dari orang yang mereka suruh untuk mengikutinya. Dan adalah besar sekali perbedaan antara orang yang melakukan suatu perbuatan, padahal ia belum mengetahui benar-benar faedah dari perbuatan itu, dengan orang yang meninggalkan perbuatan itu padahal ia mengetahui benar-benar faedah dari perbuatan yang ditinggalkannya itu.
Oleh sebab itu Allah swt, memandang bahwa mereka seolah-olah tidak berakal, sebab orang yang berakal, betapa pun lemahnya, tentu akan mengamalkan ilmu pengetahuannya itu.
Firman Allah swt. ini, walaupun ditujukan kepada bangsa Yahudi, namun ia menjadi pelajaran pula bagi yang lain. Sebab itu, setiap bangsa, baik perseorangan maupun keseluruhannya, hendaklah memperhatikan keadaan dirinya dan berusaha untuk menjauhkan diri dari keadaan dan sifat-sifat seperti yang terdapat pada bangsa Yahudi itu yang dikritik dalam ayat tersebut di atas, supaya tidak menemui akibat seperti yang mereka alami.

Al-Baqarah : Ayat 43



وَأَقِيمُوا الصَّلَاةَ وَآتُوا الزَّكَاةَ وَارْكَعُوا مَعَ الرَّاكِعِينَ
Artinya: “Dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan rukulah beserta orang-orang yang ruku
(QS. al-Baqarah (2): 43)

Tafsir Al-Mu'ien

Pada ayat ini terdapat pula tiga macam perintah Allah yang ditujukan kepada Bani Israel, ialah:
Pertama, Agar mereka mendirikan salat, yaitu melaksanakan salat dengan cara yang sebaik-baiknya dengan melengkapi segala syarat-syarat dan rukun-rukunnya serta menjaga waktu-waktunya yang telah ditentukan dan menghadapkan seluruh hati kepada-Nya dengan tulus dan khusuk. Inilah jiwa dari ibadah salat. Adapun bentuk lahir dari pada ibadah salat ini adalah formalitas yang dapat berbeda-beda caranya menurut perbedaan agama, namun isi dan jiwanya tetap sama.
Kedua, agar mereka menunaikan zakat, karena zakat itu merupakan salah satu dari pernyataan syukur kepada Allah atas nikmat yang telah dilimpahkan-Nya dan menumbuhkan hubungan yang erat antar sesama manusia dan karena zakat itu merupakan pengorbanan harta benda untuk membantu fakir miskin. Dengan zakat itu pula dapat dilakukan kerja sama dan saling membantu dalam masyarakat, di mana orang-orang yang miskin memerlukan bantuan dari yang kaya dan sebaliknya, yang kaya pun memerlukan pertolongan orang-orang yang miskin. Dalam hubungan ini Rasulullah saw. telah bersabda:
المؤمن للمؤمن كالبنيان يشد بعضه بعضا
Artinya: Orang Mukmin terhadap mukmin yang lain tak obahnya seperti sebuah bangunan, masing-masing bagiannya saling menguatkan (HR Bukhari dan Muslim)
Ketiga, Agar mereka rukuk bersama orang-orang yang rukuk. Maksudnya ialah agar mereka masuk dalam jemaah kaum muslimin dan agar mendirikan salat sebagaimana mereka mengerjakannya. Jadi ayat ini menganjurkan untuk mendirikan salat dengan berjemaah yang merupakan perpaduan jiwa dalam bermunajat kepada Allah dan menumbuhkan hubungan yang erat antara sesama mukmin dan karena dalam kesempatan berjemaah itu mereka dapat pula mengadakan musyawarah sesudah beribadah, untuk merundingkan usaha-usaha yang akan mereka lakukan, baik untuk memperoleh sesuatu kebaikan, maupun untuk membendung malapetaka yang akan menimpa. Dalam hubungan ini Rasulullah pun telah bersabda:
صلاة الجماعة أفضل من صلاة الفذ بسبع وعشرين درجة
Artinya: Salat berjemaah itu lebih utama daripada salat sendirian dengan beda 27 derajat lebih tinggi daripada salat seorang diri”. (HR Bukhari dan Muslim)
Kita telah mengetahui, bahwa salat menurut agama Islam terdiri dari bermacam-macam gerakan jasmaniyah, seperti rukuk, sujud, iktidal dan sebagainya. Tetapi pada akhir ayat ini salat tersebut hanya diungkapkan dengan kata-kata “rukuk ini adalah untuk menekankan agar mereka menunaikan salat itu benar-benar seperti yang dikehendaki syariat Islam, seperti yang telah diajarkan oleh Rasulullah saw bukan salat menurut cara mereka dahulunya, yaitu salat tanpa rukuk.

Al-Baqarah : Ayat 42



وَلَا تَلْبِسُوا الْحَقَّ بِالْبَاطِلِ وَتَكْتُمُوا الْحَقَّ وَأَنْتُمْ تَعْلَمُونَ
Artinya: “Dan janganlah kamu campur adukkan yang hak dengan yang bathil dan janganlah kamu sembunyikan yang hak itu, sedang kamu mengetahui.
(QS. al-Baqarah (2): 42)

Tafsir Al-Mu'ien

Dalam ayat ini terdapat dua macam perintah Allah. yang ditujukan kepada Bani Israel, yaitu:
Pertama agar mereka jangan mencampur adukkan yang hak dengan yang batil Maksudnya, pemimpin-pemimpin Bani Israel itu suka memasukkan pendapat-pendapat pribadi mereka ke dalam kitab Taurat, sehingga sukar untuk membedakan mana yang benar, terutama dalam penolakan mereka untuk beriman kepada Nabi Muhammad saw. mereka membuat-buat alasan-alasan untuk menjelek-jelekkannya dan menyalah tafsirkan ucapan ucapan nenek moyang mereka, sehingga mereka lebih berpegang kepada ucapan para pemimpin dan tradisi mereka dari pada menerima ajaran yang dibawa oleh Nabi Muhammad saw. Walaupun perintah itu ditujukan kepada Bani Israel, namun isinya dapat pula dihadapkan kepada kaum muslimin dari segala lapisan, terutama para pemimpin dan orang-orang yang memegang kekuasaan, sehingga ayat ini seakan-akan mengatakan: Hai orang-orang yang memegang kekuasaan! Janganlah kamu campur adukkan antara keadilan dengan kelaliman. Hai para hakim! Janganlah kamu campur adukkan antara hukum dan suap. Hai para pejabat! Janganlah kamu campur adukkan antara tugas dan korupsi. Hai para sarjana! Janganlah kamu campur adukkan antara ilmu dan harta dan sebagainya.
Kedua, agar mereka jangan menyembunyikan kebenaran, pada hal mereka mengetahuinya. Maksudnya Bani Israel itu telah menyembunyikan kebenaran-kebenaran yang telah mereka ketahui dari kitab-kitab suci mereka, antara lain ialah berita dari Allah swt. tentang Nabi Muhammad saw. yang akan diutus sebagai penutup dari semua rasul-rasul Allah untuk seluruh umat manusia. Hal ini sengaja mereka tutupi terhadap rakyat umum, bahkan mereka berusaha menjelekkan Nabi Muhammad saw. untuk menghalangi manusia beriman kepadanya. Ayat ini mencela perbuatan mereka yang demikian itu dan setiap orang yang dengan sengaja menyembunyikan sesuatu yang benar.
Sesudah Allah menyampaikan seruan kepada mereka untuk beriman kepada Alquran, lalu pada ayat berikut ini Allah memerintahkan agar mereka senantiasa melaksanakan apa-apa yang telah ditentukan oleh syarak terutama mendirikan salat, menunaikan zakat dan tunduk serta taat kepada perintah-perintah Allah swt.